Pengantar ~ padusi ~
Artikel ini diambil dari FORUM DISKUSI – Halaman Bundokanduang untuk penggemar Bundokanduang. Sangat bagus disimak untuk memahami apakah kemulian wanita minang yang diberikan adatnya menjadikan dirinya sebagai penjajah pria. Mudahan – mudahan adanya tanggapan dan komentar yang diberikan kepada artikel ini dapat memperjelas kedudukan wanita minang sesungguhnya.
oleh: Desni Intan Suri
Dunia Perempuan | Rabu, 02/12/2009 22:21 WIB
Suatu kali aku dan suami berkenalan dengan seorang pria yang bukan dari daerah Sumbar. Dalam pembicaraan kami yang menceritakan daerah masing-masing ia memberikan pendapat dan kesannya terhadap wanita minang kabau. Kesan dan pendapatnya itu membuatku terkaget-kaget.
“Gimana mas rasanya punya istri orang minang?” kata si pria ini pada suamiku. Suamiku sempat bingung menjawabnya, tapi dijawabnya juga “ yaa..rasanya ya ..rasa punya istri…” kata suamiku sambil tertawa.
“Bukan, maksud saya beristrikan wanita minang gimana rasanya? Katanya ngotot. Akupun tergoda untuk menimpalinya“ maksudnya rasa apanya nih pak..jelaskanlah..” kataku. Dia tersenyum dan tetap mengarahkan pandangannya kesuami ku : “ setahu saya wanita minang itu sangat dominan dalam rumah tangga…bahkan kesannya seperti kaum pria dijajah saja. Adat minangkabau saja sudah menampakkan hal itu. Tak heran watak wanitanya menjadi berkuasa seperti itu. Saya merasa adat minang kesannya seperti membuang anak laki-laki. Coba saja lihat, secara rohaniah yang memiliki rumah adalah wanita ,kaum pria hanya menumpang. Kalau sudah menjadi suami ,kedudukannyapun lemah sebagai seorang bapak dari anaknya, yang memutuskan kehidupan anaknya terutama dalam masalah perkawinan justru adik laki-laki istrinya. Masyarakat minang itu juga menganut sistim matriakat yang mana kekuasaan terletak ditangan Ibu atau wanita.hm…ini benar-benar bikin wanita diatas angin. Dalam keluarga saya ada dua orang yang sempat beristrikan orang minang ,dua-duanya berakhir dengan perceraian dengan didahului pertengkaran demi pertengkaran. Istri-istri mereka sangat dominan bahkan terkesan tidak menghargai suami. “.
Aku segera ingat dengan teman karibku Nirita yang baru saja dua hari yang lalu curhat datang kerumah. Nirita adalah teman kecilku sejak disekolah dasar. Garis nasib kemudian berbeda jauh diantara kami. Aku sekarang berstatus Ibu rumah tangga yang berwiraswasta, sedangkan ia adalah seorang Manager Public Relation dan marketing di sebuah hotel berbintang. Ia meminta saranku ketika ia merasa harus mengakhiri kehidupan perkawinanya dengan Syaiful yang dulunya juga adalah teman satu perguruan tinggi denganku. “Dia lamban sekali ..aku bosan mendorongnya terus,dia maunya mengembangkan dunia tulis menulisnya padahal diakan sarjana tehnik mesin.. apalah yang akan dapat dari dunia tulis menulis..aku udah susah-susah cariin kerjaan bergengsi buat dia ..eh dicuekin..maunya dia apa? Hasil tulis menulisnya cuma cukup beli korek kuping..tak lebih..!”.
Aku juga ingat dengan Lulu anak bibiku. Sampai umurnya mencapai 53 tahun saat ini, tak ada minatnya sedikitpun untuk berumah tangga. Sekarang ia bekerja disebuah stasiun televisi swasta di Australia. Ketika kami semua mencoba-coba menyodorkan ‘calon” padanya, semua dijawabnya dengan kata-kata ” Ngga level…!”. Sampai saat ini, ia masih merasa bahwa levelnya adalah lebih tinggi dari pria manapun yang diperkenalkan padanya. Akhirnya kami menyerah dan membiarkan ia memilih kehidupannya sendiri.
Dirumah aku termenung-menung sendiri memikirkan kalimat-kalimat “dakwaan” dari pria kenalan baru kami tadi sewaktu diperhelatan kenalan suamiku. Kuhubung-hubungkan semua ini. Kucoba pula mengoreksi diriku sendiri, apakah aku bersikap seperti yang ia sebutkan itu kepada suamiku sendiri?. Pikiranku itu terbaca oleh suamiku. Ia tersenyum-senyum menggodaku .
“ Tersinggung ni yeee… dibilang penjajah… katanya tergelak-gelak.
“ Tidak juga…cuma mencoba koreksi diri saja…” kataku kalem mencoba menutupi perasaanku sebenarnya.. Suamiku manggut-manggut sambil menepuk-nepuk punggungku
“tenang…tenang..aku ngga merasa dijajah kok….” Katanya memperlebar senyumnya .
Esok paginya ketika aku sedang menyiapkan sarapan pagi keluarga, aku didatangi Ranti tetangga baru kami. Ia baru dua bulan menngontrak rumah sebelah kiri rumah kami. Ia seorang wanita Minang berasal dari Padang Panjang. Begitu dia tahu aku juga orang minang, hampir tiap hari dia main kerumah kami. Katanya ia bekerja disebuah perusahaan muliti nasional . Waktu baru berkenalan kami sempat heran , katanya dia sudah mempunyai suami dan tiga orang anak, tapi kok dirumah itu yang keliatan hanya dia saja. Baru kemudian kami paham setelah ia menceritakan kehidupan rumah tangganya kepadaku.
‘ Suamiku pengangguran tingkat tinggi..sudah masuk tahun kelima sekarang..ada teman yang nawarin kerja padaku di Jakarta ini, gajinya cukup besar..yaa daripada anak-anakku ngga makan aku terima pekerjaan itu…, di Padang udah susah cari kerja sementara anak-anakkan perlu makan dan biaya sekolah..sekarang dia yang ngurusin anak-anak aku kerja..,harus ada salah satu kami bertindak kalau mau bangkit…ya kan Des? aku akan mencari peluang kerja buat dia disini , baru setelah itu memungkin bagi kami untuk kumpul lagi…”katanya waktu itu.
Aku memandang kepergian Ranti dari balik jendela dapur. Ia hanya datang untuk mengembalikan piringku sebelum pergi kekantornya. Kemarin kuisi nasi uduk bikinanku untuknya. Pikiranku dipenuhi dengan beberapa pertanyaan dan menerawang kemana-mana. Apakah wanita minang seperti Ranti juga disebut sebagai seorang wanita yang dominan?. Apakah keluhan yang disampaikan Nirita atau Lulu padaku dulu mewakili pola watak wanita minang kabau secara keseluruhannya?. Apakah benar adat minangkabau yang matriakat membuat wanita minang kabau membabi buta memburu kesetaraan gender?. Apakah hak dan kekuasaannya yang diberikan kepada mereka dalam adat membuat mereka menjadi melemahkan kedudukan pria sebagai pendamping hidup mereka?.
Kalau menelusuri kehidupan kekeluargaan orang minang sendiri memang adat minang seperti sudah melahirkan watak perantau bagi pria minang, dan watak bundo kanduang bagi wanita minang.Kaum laki-laki di Minang, dianggap sebagai kaum yang “menumpang” di Rumah Gadang. Rumah yang sesungguhnya bagi kaum laki-laki minang adalah Surau. Dari kecil mereka sudah diajar mengaji dan belajar silat berpindah-pindah dari satu surau/tempat ke lainnya. Namun inipula yg kemudian menjadi sumber dinamika pria minang untuk menjadi pengembara/perantau .
Sebaliknya untuk kaum wanita Minang telah diberikan sebuah kekuasaan dalam kepemimpinan dan tanggung jawab yang besar untuk mereka. Kekuasaan dan tanggung jawab yang besar dimulai dari sebuah mitos mengenai seorang pemimpin wanita yang disebut Bundo Kanduang. Sebetulnya banyak pendapat mengenai asal muasal sosok Bundo Kanduang ini. Tapi dalam cerita /kaba cindua mato ada bahagian yang menyebutkan bahwa keberadaan Bundo kanduang sama dengan awal adanya alam ini. Jangan salah pengertian dengan kata” alam” disini. Alam dalam bahasa kiasan minang bukan berarti sejak jaman Adam dan Hawa ada, tapi alam disini berarti sebuah wilayah kekuasaan. Jadi dalam cerita/kaba cindua mato keberadaan Bundo kanduang itu diawali dari sebuah kerajaan yang dipimpinnya. Nah, dalam kepemimpinan Bundo Kanduang ia dikenal sebagai seorang pemimpin yang arif dan bijaksana dan mempunyai tingkat kharisma yang sangat tinggi diantara bawahan dan penghuni rumah gadang yaitu Istana pagaruyung dulunya. Ia disegani dan sangat dihormati karena kepiawaian serta kecerdasan dalam buah pikirannya untuk mengelola tanah pusako dan memimpin semua yang tinggal dalam rumah gadang tersebut.
Untuk selanjutnya dengan berjalannya waktu Bundo kanduang kemudian dijadikan sebuah limbago yang menajdi panggilan untuk golongan kaum wanita minang kabau.Dalam hal ini wanitapun telah ditetapkan untuk mempunyai beberapa tanggung jawabnya terhadap rumah gadang dan tanah pusako dikampung halaman . Perlu ditekankan disini, bahwa yang diberikan kepada wanita adalah “hak tanggung jawab “ bukan kekuasaan. Artinya istilah “matriakat yang berarti “ibu yang berkuasa” sudah ditinggalkan. Sedangkan hak tanggung jawab yang dibebankan ke pada kaum wanita minang tersebut diantaranya yang inti adalah :
1. Sebagai untuk menarik garis keturunan yang disebut sebagai sistim garis keturunan ibu atau matrilineal
2.Sebagai yang bertanggung jawab atas kepemilikan rumah gadang
3.Sebagai yang bertanggung jawab atas sumber ekonomi seperti sawah,ladang ,tanah garapan dll
4.Sebagai tempat penyimpanan hasil ekonomi dengan pepatah “umbun puruak pegangan kunci,umbun puruak alunan bunian” maksudnya wanita adalah sebagai pemegang kunci ekonomi harta pusako
5.Sebagai penanggung jawab dalam pengaturan rumah tangga dan menentukan baik buruknya jalan roda rumah tangga. Disini wanita yang berfungsi sebagai Ibu dianggap sangat berpengaruh dalam pembentukan watak manusia . Ini terlihat dalam pepatahnya : “ Kalau karuah aie dihulu, sampai kamuaro karuah juo.Rintiak anaknyo,turunan atok ka palimbahan”.
6. Sebagai penanggung jawab pemeliharaan harta pusako, anak dan kemenakan.
Jelaslah sudah, dari tanggung jawab yang diberikan adat kepada kaum wanita disini membuat kaum wanita minang kabau dituntut untuk menjadi cerdas,cerdik,pandai dan berilmu pengetahuan yang tinggi. Sedangkan kaum pria yang dianggap sebagai kaum yang “menumpang” secara tak langsung pula mempengaruhi nilai tingginya harga diri mereka dikampung halaman sendiri.
Contohnya saja dalam memproduktivitaskan tanah pusako wanita dan laki-laki boleh berdampingan mengolahnya. Namun begitu ada hasilnya, kaum wanita boleh-boleh saja langsung memakan hasilnya tersebut ditengah rumah bersama keluarganya. Sebaliknya kaum laki-laki akan menitipkannya dulu dilumbung rumah gadang. Adalah sebuah harga diri bagi kaum pria memakan hasil itu kalau tidak terpaksa betul. Kaum pria malah memantangkan diri mengambil haknya,karena mereka lebih merasa mempunyai harga diri bila hidup dari hasil jerih payah sendiri.
Perbedaan yang tajam ini membuat kaum pria mengembara mencari kesuksesan dan keberhasilan dalam hidupnya sendiri. Sementara tampuk tanggung jawab di kampung halaman jatuh ketangan wanita. Hal inilah yang membuat kaum wanita minang terkenal dengan sikapnya sebagai pekerja keras. Tidak mau hanya berpangku tangan atau berleha-leha saja walau ia sudah mempunyai harta sekalipun. Jiwa bisnis wanita minangpun sangat tinggi,karena dengan tanggung jawab yang diberikan pada mereka dalam mengatur roda perekomonian tanah pusako membuat mereka harus cerdik dan pandai dalam perdagangan.
Walaupun pada catatan pada Badan Pusat Statistik Sumbar masih menunjukkan angka keterlibatan wanita dilapangan kerja masih dbawah angka pria, namun yang terlibat membuka lapangan kerja sendiri atau berwiraswasta lebih banyak dilakukan oleh kaum wanita di Sumbar. Diantaranya banyak yang membuka lapangan kerja dibidang kewanitaan yang berbentuk makanan, kerajinan tangan,jahit menjahit dll.
Waktu kami baru-baru ini pulang kampung, kami melewati kawasan pasar Koto Baru yang kebetulan sedang ada “hari Pasar”. Perjalanan kami sedikit terkena macet dengan keramaian pasar tersebut. Uniknya pasar ini adalah, para pedagangnya semua didominasi oleh kaum perempuan. Hampir setiap sudut kami lihat yang menawarkan beragam sayuran dan rempah-rempah dapur adalah rata-rata para wanita. Namun catatan BPS juga menyatakan bahwa angka putus sekolah lebih banyak terdapat pada prosentase untuk kaum pria . Artinya, semakin masuk kedalam jaman modern semakin terlihatlah kesadaran kaum wanita minangkabau untuk tampil lebih cerdas dan berilmu pula.
Dari kenyataan-kenyataan yang ada ini, bisa ditarik kesimpulan bahwa adat minang kabau bukan bertujuan untuk membentuk wanita bersikap otoriter atau berkuasa melebihi kekuasaan kaum pria apalagi meletakkan posisi kaum pria dibelakang kaum wanita. Adat minang kabau selama ini sesungguhnya mengajarkan dan mendidik dua gender ini untuk bisa tampil dalam kekuatan mereka masing-masing dengan kepribadian yang kokoh untuk mampu hidup diatas kaki sendiri tanpa mengemis-ngemis apalagi bersikap culas,licik dalam memperjuangkan kehidupannya sendiri. Wanita minangkabau dengan tanggung jawab yang dibebankan pada mereka membuat mereka bisa memahami sifat kepemimpinan yang arif dan bijaksana. Sebaliknya kaum pria yang lebih diberikan kesempatan mengembara atau merantau membuat mereka tampil sebagai kaum yang kenyang akan pengalaman hidup hingga mereka lebih ahli menyelami dan mengukur kehidupan itu sendiri untuk target keberhasilan mereka.
Seharusnya memang begitu. Tapi sebuah tata aturan dalam kehidupan yang dirancang manusia tidak semuanya akan bisa tertata dengan lancar dan rapi sesuai yang dikehendaki. Ada saja yang melenceng dari aturan yang sebenarnya. Dalam hal ini rasanya aneh bila kita menyalahkan adat,karena sebuah adat tentu lahir dari tata aturan yang tujuannya adalah untuk sebuah kebaikan. Sebuah egolah yang merusak tata aturan tersebut. Ego tersebut akan tampil tidak hanya dari bersendirian dari kedua gender ini karena mereka saling kait mengait untuk membuat ego tersebut berkembang menjadi sikap individualistis yang saling menyalahkan. Wanita yang berkuasa karena berada pada sistim matriakat akan mempergunakan egonya untuk membelakangi kaum pria. Sebaliknya kaum pria yang merasa hidup dengan wanita matriakat dalam kekuasaan berharta ,akan mempergunakan kesempatan pula untuk bermalas-malasan dengan hanya duduk menopang dagu memakan harta istri/wanita. Sikap dari kedua gender ini akan melahirkan ego yang ditindas dan menindas.
Maka tak ada salahnya kalau aku merasa terdorong untuk mengupas masalah ini, karena disebabkan begitu kentalnya darah minang melekat pada diriku. Dan dengan jujur kusampaikan bahwa watak wanita minang yang terbentuk dari adatnya adapula melekat dalam diriku. Aku yakin, semua wanita minang yang merasa mempunyai darah minang yang kental mengalir pada dirinya akan merasakan hal yang sama denganku. Dan dengan jujur pula aku sampaikan bahwa akupun pernah melalui masa “transisi” berumah tangga dalam menselaraskan kehidupan kami, agar tetap seimbang. Perbedaan pandangan dan prinsip hidup pernah terbagi dua antara kami suami istri karena berasal dari adat dan budaya yang berbeda. Aku dari minang, suamiku dari Jawa. Namun ini bukanlah masalah adat, tapi adalah dari “ego” kita masing-masing. Aku yakin, sikap Nirita, Lulu maupun Ranti juga lahir karena ego bukan karena adat. Adat memang membentuk wanita minang menjadi sosok yang kuat, tegas dan mandiri. Tapi adat tidak mengolah mereka menjadi sosok yang merasa lebih benar dan jauh dari timbang rasa. Ada kalanya memang wanita minang harus terpaksa tampil lebih dulu seperti yang dilakukan Ranti. Sikap mandiri darah minangnya membuat ia tampil sebagai pengambil keputusan disaat kehidupan sudah menuntut untuk adanya sebuah keputusan. Sebaliknya sikap Nirita dan Lulu adalah sikap keras dan tegas yang lebih mencondongkan ego, sehingga timbullah kesalah pahaman dalam keterlanjuran sikap berkuasa bagi wanita minang itu sendiri disini. Mungkin keruwetan buhul perkawinan dua orang saudara kenalan baru kami diperhelatan dua hari yang lalu juga begitu adanya.
Akhir kata, memang tuntutan untuk kesetaraan gender atau emansipasi atau apalah namanya haruslah dikaji ulang.Bila tuntutan itu ternyata menimbulkan sebuah kesombongan, sikap menguasai dan merasa harus melebihi kaum pria atau bahkan yang lebih parah lagi adalah merendahkan dan melecehkan martabat kaum pria,tentulah ini sudah salah pemahamannya. Artinya, bila ia seorang wanita lajang iapun harus memahami batas-batas pergaulannya yang tidak merusak norma-norma kaedah dirinya sendiri sebagai wanita. Baik itu batas dalam memperoleh pendidikan, lapangan kerja maupun sebuah kekuasaan. Bila ia seorang istri, tentulah yang pertama yang menjadi panutan dan tempat ia bersepakat adalah suami sendiri.Walaupun pendidikan, kedudukan atau penghasilannya lebih memadai dari sang suami adalah suatu kewajiban utama baginya untuk tetap berada dibelakang suaminya. Selayaknyalah ia harus terlebih dahulu mendengar dan bertindak sesuai arahan suami kecuali bila keadaan tidak memungkinkan lagi untuk berbuat demikian. Semoga tulisan ini dapat menjadi pedoman diriku sendiri, teman2ku wanita maupun pria, baik yang berdarah minang maupun bukan.
Kuala Lumpur , 21 November 2009
referensi : dari buku2 karangan Zuriati dan Amir M.S serta blog2 di internet serta hasil pandangan pribadi.
*) ditulis dalam catatan pada FB oleh Desni Intan Suri.
Tanggapan Komunitas Penggemar Bundokanduang :
Syafroni Malin Marajo ga juga tuh…. makanya jadi rang sumando itu jadilah rang sumando ninik mamak, bukan rang sumando kacang miang, sumando lapiak buruak atau sumando langau ijau. insya Allah tidak akan dikuasai oleh wanita.
Ayu Anwar Hal tersebut benar adanya sepertinya sepele, tapi penting untuk dibahas serta diketahui bersama, bahwa:
“Adat minang kabau bukan bertujuan untuk membentuk wanita bersikap otoriter atau berkuasa melebihi kekuasaan kaum pria apalagi meletakkan posisi kaum pria dibelakang kaum wanita. Wanita minangkabau dengan tanggung jawab yang dibebankan pada mereka membuat mereka bisa memahami sifat kepemimpinan yang arif dan bijaksana.”
Helmidjas Hendra Menarik tulisan Desni Intan Suri yang panjang lebar mengemukakan tentang peran perempuan (penggati istilah Bundo Kandung yang menurut saya bisa bias, tentang ini akan saya deskripsikan pada kesempatan lain) Berikut ini saya tanggapi secara sistematis. Agar lebih mudah di-pahami.
1. Deskripsi anda tentang peran perempuan Minangkabau cukup menarik dan perlu disimak, terutama karena anda menyampaikan pikiran anda apa adanya. Setidaknya anda mendengar sendiri dan melihat sendiri ada kerancuan perempuan Minangkabau menempatkan posisinya, ketika eksistensi perempuan Minangkabau yang begitu dominan berbenturan dengan eksistensi laki-laki Minangkabau yang terpinggirkan, yang dalam adat dianalogikan tidak lebih sebagai “abu diateah tunggua, ditabangkan angin inyo pai”
2. Kerancuan tersebut bermula dari adat (Minangkabau) yang TIDAK bersendikan syarak. Padahal ratusan tahun lamanya kita semua (karena kebanggaan yang berlebihan terhadap sistem kekerabatan matrilineal yang berbeda dengan etnis lain) sangat yakin adat Minangkabau bersendi syarak. Bersendikan syarak seharusnya selaras dengan syarak dan tidak berlawanan. Padahal tidak. Adat negeri Melayu yang lain (Deli, Riau, Komering, Pontianak, Malaysia, Brunei, Bangka Belitung sampai kie Gorontalo) semuanya bersendi syarak. Tak ada klausul yang berlawanan. Dalam ajaran Islam, laki-laki diberi kedudukan yang sangat mulia sebagai imam dalam keluarganya. Laki-laki bekewajiban membawa anak dan istrinya ke jalan yang lurus, jalan yang diridhoi Allah, dan laki-laki juga diwajibkan menafkahi keluarganya. Tapi dalam adat Minang laki-laki tidak lebih dari “abu di ateh tunggua” yang konotasinya sepele dan kurang dituntut tanggung jawabnya. Menurut Muchtar Naim, sosiolog Minangkabau terkemuka, kerancuan peran laki-laki inilah yang menyebabkan laki-laki Minang banyak “hanyut” ke rantau. Jangan lupa ajaran Islam (suka atau tidak) adalah patriakal, berpegang sepenuhnya pada nasab ayah, meskipun menjunjung tinggi kedudukan perempuan.
3. Mengapa tidak ada koreksi yang kuat terhadap keberadaan adat Minangkabau, yang diklam bersendikan syarak ? Menurut saya orang Minang sendiri (termasuk cadiak pandainya) tidak banyak yang melakukan penelitian dengan serius tentang sejauh mana adat Minangkabau dapat dikatakan selaras dengan ajaran Islam. Lebih banyak yang terbuai oleh kebanggaan bahwa adat kita ini berbeda dengan adat orang lain.Dan yang lebih banyak lagi yang hanya punya pengetahuan adat sepotong-sepotiong, sekadar untuak palamak-an ota dan sato sakaki saja. Contohnya (maaf) komentar sanak Syafroni Malin Marajo di atas, lamak di danga tapi alun tantu bana. Kalau saya melihat tak ada sinkronisasi antara adagium tentang urang sumando yang dihapal Syafroni dengan peran perempuan Minangkabau yang anda deskripsikan. Jauah panggang dari api. Tapi sekadar sato sakaki (maaf lagi) tak apalah, dari pada tak ikut sama sekali. Apa maksudnya gak juga tuh ?
Sampai di sini dulu, Des. Diskusi ini bisa panjang. Saya telah memukul canang agar generasi muda Minangkabau mulai bersikap kritis dengan mengoreksi adat Minangkabau. Jangan terbuai oleh tambo meskipun “lamak di danga” Bagaimanapun tambo bukanlah sejarah tapi hanya serangkaian legenda ciptaan orang tua-tua kita (yang anonim) dengan kemampuan luar biasa mempengaruhi orang seMinangkabau, sehingga seolah-olah di setiap kepala orang Minangkabau telah dipasangkan chip yang materinya pepatah petitih indah, yang lebih banyak dihapal sepotong-sepotong. Namanya juga hapalan, kadang2 waktu diterapkan salah pasang.
Joni Oni Iskandar kalau orang minang mau benar dan selamat dunia akhirat, harus dulu syarak atau ugamo daripada adat.
Joni Oni Iskandar dalam ajaran agama islam laki-laki itu adalah pemimpin bagi wanita,dalam surar AN-NISA.
Joni Oni Iskandar adat adalah aturan yang dibuat oleh manusia,sedangkan agama adalah aturan dari tuhan .kita boleh
memakai aturan manusia selama aturan itu tidak bertentangan dengan aturan tuhan.
Bundo Kanduang Kupasan yang disampaikan Sanak Desni dalam artikel ini sangat bagus, yang dapat kita simpulkan sebagai :
1. Masalah ketidak harmonisan pasangan rumah tangga minangkabau bukanlah karena masalah adat, tapi karena dari “ego” kita masing-masing pasangan itu, sebagaimana Ia meyakini, bahwa sikap temannya itu lahir karena ego bukan karena adat.
2. Adat memang membentuk wanita minang menjadi sosok yang kuat,tegas dan mandiri, akan tetapi adat menjadikan mereka menjadi sosok yang merasa lebih benar dan jauh dari timbang rasa. Wanita etnis manapun – ada kalanya harus terpaksa tampil lebih dulu, apabila Ia memandang adanya suatu ancaman bagi anak-anaknya. Hal ini merupakan hal yang lumrah sebagai insan yang hidup di alam dunia.
3. Perempuan yang dilambang kan sebagai sosok bundokanduang – menunjukkan Sikap mandiri – sebagai tiang utama rumah tangganya membuat ia tampil sebagai pengambil keputusan disaat kehidupan sudah menuntut untuk adanya sebuah keputusan.
4. Kadangkala wanita bisa menunjukkan sikap keras dan tegas yang lebih mencondongkan ego, apabila nakhoda dalam kapal rumah tangganya itu sudah tidak memberikan arah biduk rumagh tangganya, sehingga hal ini yang menimbulkan kesalah pahaman dalam keterlanjuran sikap berkuasa bagi wanita pada umumnya. Tidak saja hal serupa ini terjadi di Minangkabau namun terjadi dimana-mana.
Coba lihat mengaa wanita bali mau menjadi kuli batu – kuli angkat – karena dengancara itulah ia bisa bangkit dan mandori.
Masalah kedudukan wanita Minang dalam adat dan agama – tidak dapat terbantahkan bahwa dalam posisi adat ia tetapnya menjadi perangkat hukum dalam system kekerabatannya. Akan tetapi wanita minang pastllah meyakini kedudukan sebagai wanita yang memiliki hak-hak dan kewajiban secara islam.
Lelaki minang selalu memposisi diri nya sebagai ba’ abu diateh tunggua – mana kala ia tak mampu menempatkan diri bahwa ia sebagai Kepala Keluarga sebagai mana yang diatur syaraih. Jika ndak mau dianggap demikian .. bangkitlah dan pimpinlah keluarga menurut syariah islam.. Mudah saja kan
Wassalam
17 responses to “Benarkah Kekuasaan Wanita Minang = Menjajah Pria …?”
rahman
Agustus 16th, 2010 pukul 08:39
MALANG NIAN JADI LAKI-LAKI MINANG, CUMA JADI PEJANTAN
LEMAH ENGKAU DIBUANG
BAGAIMANA MUNGKIN ENGKAU TIDAK BERHAK ATAS WALI ANAKMU SENDIRI
DIBANDINGKAN ADIK LAKI-LAKI ISTRIMU???
pipop
Agustus 29th, 2010 pukul 09:46
Jika ada pria minang mengalami nasib serupa ba’ abu diateh tunggua”. biasanya lelaki minang yang pemalas, tidak bertanggung jawab, secara moral dan akhlaknya rendah.
Tapi jika ia mampu menunjukkan martabatnya – pasti lelaki ini di sukai dan dihormati dan disebut mantu ninik mamak
ilda hayati
Oktober 9th, 2010 pukul 07:26
batua sekali apa yg disampaikan bundo kanduang..
Masalah kedudukan wanita Minang dalam adat dan agama – tidak dapat terbantahkan bahwa dalam posisi adat ia tetapnya menjadi perangkat hukum dalam system kekerabatannya. Akan tetapi wanita minang pastllah meyakini kedudukan sebagai wanita yang memiliki hak-hak dan kewajiban secara islam.
Lelaki minang selalu memposisi diri nya sebagai ba’ abu diateh tunggua – mana kala ia tak mampu menempatkan diri bahwa ia sebagai Kepala Keluarga sebagai mana yang diatur syaraih. Jika ndak mau dianggap demikian .. bangkitlah dan pimpinlah keluarga menurut syariah islam.. Mudah saja kan
benar sekali bundo..walau adat minang ada yg berbeda dan asing dari adat daerah lain,bahkan berbeda dgn ajaran agama yg kita pelajari selama ini,seperti anak nasabnya kebapak,namun hal tsb tidaklah membuat wanita minang menjadi orang yg angkuh,tapi rata2 wanita minang sangat kuat berpegang dgn ajaran agama,bisa kita lihat ada pesantren diniyah putri yg dipimpin oleh wanita minang,dan tdk sedikit wanita minang yg menjadi pendidik dibidang agama,mereka bukanlah org2 yang hanya dibesarkan dgn adat,tp di minang agama lbh di utamakan dari segalanya,walau ada pada zaman dahulu adat minang tsb yg masih dominan,tp buya2/pemuka2 agama minang berusaha memperjuangkan kebenaran yg sbenarnya,mrk rela walau akhirnya dibuang dari minang,karena berusaha mengkoreksi adat,perjuangan mrk tdk sia2,kita yg hidup dialam minang pada zaman sekarang,merasakan hasil perjuangan meraka,terutama dalam kelurga saya, tdk ada rasanya adat yg mendominasi kehidupan kelg kami,tapi agamalah yg lbh kami junjung tinggi sebagai penerang kehidupan,biarlah adat berkembang,sebagaimana didaerah lain,tidak semua adat mereka yg benar kalau dikaji lbh dalam,tapi kalau ada kaum muda berani melanjutkan perjuangan buya2 kita yg blm selesai dalam meluruskan hal2 yg masih janggal,alhamdulillah,asal bukan mengotak atikyg sdh benar,laki 2 diminang sangat mulia dan di hormati,kecuali bagi yg memang tidak menginginkan hal tsb dgn merendahkan diri mereka dgn tdk mempedulikan tanggung jawab mereka sebagai kepala RT,kalau ada tg mengalami hal ini,tidaklah pantas kita menyalahkan adat,tapi pribadi org tsblah yg salah dan merendahkan dirinya sendiri.
~padusi~
Mei 10th, 2011 pukul 07:31
betul juga yang dikatakan oleh Pipop
Yoel Chany
Mei 13th, 2011 pukul 09:24
Ini tulisan patut menjadi bahan refernsi bagi semua orang terutama wanita minang, trkadang adat yang membuat peran dan posisi sesorang di minangkabau, kalaulah kita mau jujur sebagai anak yang dilahirkan dari ibu dan bapak bersuku minang maka dapat dirasakan peran ibu yang sangat perhatian kepada anak2nya…bukan berarti mngeyampingkan peran sang bapak yang memang bertugas mencari nafkah…dari tulisan ini merupakan sebuah pelajaran bagi kita seorang pria utk mamapu menerima kenyataan yang ada, kalaulah tak tahan beresiko pada perceraian, tapi coba kita lihat ada berapa anak2 yang lahir dari rahim ibu minang berhasil dalam hidupnya dan terpuaskan dalam kasih ibu (red.saya mengalami sendiri). Bagus…tulisan ini begitu mnambah wawasan kepada semua orang yang mau mengenal minang lebih mendalam..terima kasih bagi penulis..karena saya orang minang yang lahir dan besar di rantau serta memiliki almarhum ibu yang sangat kental adat minangnya…dan alhamdulilah dari 7 anak beliau 5 orang menjadi sarjana dan memilki pekerjaan yang layak. dan 2 orang sebagai pengusaha…kami begitu merasakan betapa makna bundo kanduang benar-benar ada dalam diri kami sejak kepergian ibu kami lebih kurang 4(empat) tahun yang lalu.
thewivanka
Mei 15th, 2011 pukul 03:59
maaf ini hanya sekedar pendapat saya…
adat minangkabayu yg sinkron dengan agama islam, ini banyak yg membantah dan mencari kelemahan2 adat minangkabau yg tidak sesuai dengan ajaran agama islam…
Pendapat saya : adat minangkabau sudah aja sejak puluhan bahkan ratusan tahun dulu. Bisa dipikirkan sendiri seberapa hebat pemikiran orang2 dulu ( bukan meremehkan), pasti ada saja cacadnya ( wong angota DPR aja bikin UU masih cacad 🙂 ) nah kalao ada yg ga sesuai ataw bersimpang jalan adat yg mereka atur dulu dengan ajaran agama islam, maka kita hanya tinggal meluruskan saja… ” ratak alun tantu ka pacah, kok bulek alun lo tantu k bisa duguliangkan”
Wanita dalam adat minangkabau ; menurut yg saya dengar2 hanya Islam dan adat minangkabau lah yg memuliakan kaum ibu… ( saya dengar dari sini http://www.youtube.com/watch?v=orUc0ZERfUA ).
jadi kalao wanitanya semena2 terhadap suami ( walaupun buruak dikato lakinyo tu kacang miang ) tetap aja dia menyalahi aturan baik adat maupun agama islam…
BAGAIMANA MUNGKIN ENGKAU TIDAK BERHAK ATAS WALI ANAKMU SENDIRI
DIBANDINGKAN ADIK LAKI-LAKI ISTRIMU???>>>> ini kategorinya harta apa yg lain ya..
kalau harta : hahaha saya juga geli mendengar ini… kita sebagai kaum laki2 berkewajiban untuk nafkah… yg dikatakan tidak berhak atas wali sendiri itu hanya harta pusaka semisal rumah, ladang sawah,.. masa iya seorang laki2 mengharapkan itu juga.. warisan harta dari orang tua, apakah kamu tidak bisa berusaha…? kalau masalah anak… kita sebagai orang tua tetap aja wajib dan berhak atas mereka, sementara saudara laki2 istri ( mamak ) mereka itu penunjuk dan bukan pemerentah anak, tidak semua yg dikatakan mamak harus di turuti oleh naka kita…
Kaum laki2 dalam minangkabau adalah pribadi yg mandiri, jangan mengharapkan warisan harta dari orang tua ( ABG sekarang bilang itu “cemen” )
rodes
Desember 7th, 2011 pukul 10:29
muslim pegangannya alqur’an dan hadist,,,,,,insya allah syurga akhirnya,,,,,,,,,,nah kalo ikut adat minang yg bertentangan dgn islam buatan ninik mamak ….ya sudah pasti neraka akhirnya ……….makanya selalu dilanda gempa,,,,,maksiat mungkin jarang dipadang,,,,tapi BID’AH buanyaaaaaaaaaaaak ………… wwkwkwkwwkwk………
irvo oktaviandi
Desember 9th, 2011 pukul 19:53
hahahahaa…. itulah dinamika hidup dan kehidupan…..
saya sangat setuju dgn pipop dan thewivanka…..
klu sy berpandangan begini….
dibelakang seorang laki2 yg sukses ada seorang wanita yg hebat, surga berada dibawah telapak kaki ibu,
( emansipasi wanita sudah ada di ranah minang sejak ratusan tahun lalu tanpa harus melakukan demo k dpr dan pemerintah unt kesetaraan gender ) sekali hahahahahahaaa…..
ada mksd yg tersirat knp saya ktw dan juga geli mendengar pandangan dr kwn2 diatas, tp itu tdk mslh krn mgkn baru mngenal sedikit atau yg prnh bermasalah dgn wnt minang….
memamng benar laki2 minang akan menjadi abu di ateh tunggua apabila tdk pandai menempatkan diri dlm kaum, keluarga, anak dan kemenakan. mgkn ini adlah slh satu mksd yg tersirat dr adat yg dibuat oleh nenek moyang dahulu kala. tidak menginginkan laki2 minang jadi pemalas, pesismis dsbny. mrk mnntut laki2 minang jd pribadi yg tangguh, mandiri, dan mmpunyai daya juang yg tinggi untuk mencapai kebahagian hidup. sesuai pepatah anak dipangku kamanakan dijinjiang urg kampuang dipatenggangkan.
mengenai wnt minang tidaklah semua yg dikatakan adalah benar adanya, mereka akan kritis dan reaktif apabila melihat pasangan hidupnya memble atau telah mulai malas dan krg semangat dalam menafkahi klrg. sy rasa wajar wanita minang melakukan itu. mgkn juga ada yg ego spt wnt2 lain non-minang.
mengenai adat minang memposisikan wanita sebagai pemimpin di rumah gadang dan pemilik harta kaum saya sangat setuju, krn dengan hal tsb laki2 tidak akan pandang sebelah mata terhadap wnt, apalagi org2 dgn yg tidak mengerti akan adat minang. juga sangatlah jarang di ranah minang tanah kelahirannya tergadai / terjual sama org lain.
sebagai catatan di ranah minang tugas dan tanggung jawab masing2
1. ayah ( terhadap anak dan kemenakannya) dll
2. ibu ( bundo kanduang ) terhadap anak, kaum dan keluarga dll
3. mamak ( terhadap anak dan kemenakannya ) dll
dlm mslh adat buang yang jeleknya dan pakai yang baiknya…..
kalau tidak ingin merasa terjajah dengan wanita minang jadilah pemimpin keluarga yang mandiri, jangan menjadi apak rutiang, sumando langau ijau, sumando kacang miang, sumando lapiak buruak dan jadilah sumando niniak mamak…
sara
Maret 1st, 2012 pukul 08:24
lucu ya si rodes?? huahahahahaa…
namanya juga adat, kali.. yang diutamakan pasti yg baik2..
yang pasti adat minang ngajarin semua perempuan untuk bisa mandiri, punya rasa tanggung jawab dan bisa diandalkan..
kami2 yang kebetulan perempuan minang dan penerus budaya bundo kanduang bangga lho..
kami gak cuma diajar untuk mengejar bebet bibit bobot saat berkeluarga tapi kami sudah punya dasarnya untuk keep on rock in this struggling land call life!
belajar agama lagi ya, rodes.. kalau perlu, jambangi semua surau di kampung2 kami d sumbar sana,, hehehee
salam
rodes
Maret 1st, 2012 pukul 08:41
LIAT BANJIR PASAMAN, LALU DIIKUTI BANJIR PARIAMAN,,,,, itulah murka allah swt untuk manusia2 BID’AH…………..
biarlah bencana & bala dari ALLAH SWT saja yg menjambangi semua kampung2 anda di sumatera barat sana
ISLAM ITU ALQUR’AN & HADIST DASARNYA,,,, BUKANNYA ADAT MINANG YG BID’AH…….KARANGAN NINIK MAMAK,,,,,,, anda saja yg bodoh, ngikutin nenek moyang yg sesat 🙂
nizam
Maret 7th, 2012 pukul 11:49
@ Rodes: orang-orang yang tak memahami hakikat sesuatu sering bicara yang memperlihatkan hakikat “kebodohannya” Anda tak memahami adat budaya orang lain, macam mana pula anda dapat mengharagai adat dan budaya anda sendiri? Dari komentar anda yang meremehkan budaya kami dapat dilihat betapa “ceteknya” pemikiran anda. mengenai adat dan syara’, nenek moyang kami orang Melayu Minangkabau telah final mencapai kesepakatan di Puncak Pato, telah berdarah-darah puluhan tahun dalam Perang Paderi, hingga akhirnya lahirlah adagium Adat Bersendikan Syara’, Syara’ basandi Kitabullah> Asal anda tahu saja, adagium ini juga dipakai di segenap rantau melayu hingga ke Jambi sana. kalau anda hendak berdakwah, dakwahilah yang sekitar anda dulu, keluarga anda, saudara anda, kaum sesuku dengan anda. Rasulullah SAW tidak pernah berdakwah dengan kata-kata kasar, apalagi melarang ini-itu dengan keras. Saya tidak tahu anda mencontoh cara dakwah menghina ini dari siapa, tapi sesuatu yang timbul dari hati akan sampai ke hati. Obati hati anda dulu..kayaknya memang anda perlu mengaji di surau-surau kami, kenali dulu sesuatu sebelum memberi cap/stigma sekehendak lisan anda. karena ingat setiap huruf dari tulisan kita akan dihisab oleh Allah SWT, kelak. Ayo, mari ke Padang..
RODES
Maret 7th, 2012 pukul 12:42
saya juga minang daerah bayur, maninjau…….jd saya tau itu ABS – SBK,,, tapi saya lebih memilih islam dari pada adat minang yg BID’AH karangan ninik mamak,,,
karena aturan dari ALLAH SWT lebih tinggi kedudukannya daripada adat minang yg BID’AH itu…..
mungkin surau-surau anda hanya mendakwahkan adat ya,,,, islam panduannya alqur’an & hadist,,,,, tidak ada adat minang disitu,,,,, yg ada ninik mamak yg merubah-rubah hukum islam utk kepentingan sukunya (BID’AH)
tapi keliatannya kecintaan anda pada suku & adat melebihi kecintaan anda pada islam
(maaf ya kalau anda bukan muslim….. krn tidak semua org minang itu muslim…..ada juga yg atheis lo seperti kejadian PNS minang yg atheis kemaren) ha…ha…ha..
makanya bumi minang terus dilanda bencana,, mulai dari banjir bandang pasaman & pariaman sampai dengan gempa kemarin……… terlalu banyak BID’AH & KESESATAN dibumi minang 🙂
irvo oktaviandi
Maret 7th, 2012 pukul 16:16
unt rodes sy lht anda sgt phobia dgn MINANG. saya ykn ini ada latar belakangnya….( anda jwb sendiri dlm ht )
coba anda baca dan telaah baik2 philosopi dbwh ini….ABS-SBK mana yg lbh tinggi posisinya ( ADAT/ALQURAN) klu mmg anda org yg berpendidikan dan berpikiran lapang dan tidak lgsg ngoceh dlm menilai sesuatu
(ADAT BERSENDI SYARAK, SYARAK BERSENDIKAN KITABULLAH) Sy terjemahkan k dlm bhs indonesia biar anda lebih paham. philosopi diatas mmg 6 kata tp dalam maknanya pak…..
masalah bencana bny faktornya rodes :
-ulah manusia sendiri ( menebang hutan sembarangan tanpa menjaga ekosistemnya )
-tidak mensyukuri nikmat ALLAH
-bs jd bid’ah dsb spt yg anda mksd…
jd dmn letaknya adat minang yg bid’ah spt yg anda mksd?
-mslh warisan?
-mslh suku anak menurut kepada keturunan ibu?
-mgkn yang nda mksd adalah mslh warisan harta pusaka tinggi ( warisan nenek moyang dahulu kala dr pihak ibu) itu mmg mutlak jtuh ketangan wanita dalam sukunya itulah kelebihan ninik mamak dahulu dalam memuliakan wanita….. cb anda lht ke ranah minang sana ada g wanita minang demi mslh emansipasi?….
-masalah bersuku kepada garis keturun ibu itu namanya matriliniar ( sistem yg plg tua diduni ini ), ttp yang namanya nasab org minang ttp bernasabkan kepada bapak gtw lo pak rodes. bersuku dgn garis keturunan kepada ibu jgn anda anggap sebagai bernasab kepada ibu, salah besar.
coba anda tanyakan sama usatdz, kiyai dsb keturunan nabi muhammad SAW yg ada skrg ( HABIB ) dr mana awalnya klu anda bs jwb…. itu mengikut dr jalur anak perempuan nabi FATIMAH r.a
sy ykn klu anda meributkan masalah warisan maaf sy bs blg anda gila akan warisan dan tidak mempunyai jiwa juang yg tinggi untuk menghasilkan sesuatu unt anak, istri, kemenakan, keluarga dsb…
Dlm adat pst ada kelemahannya, krn dalam adat minangpun disuruh memakai mana kira2 yg baik dan buang yg buruknya…. gtw lho pak rodes…klu msh blm phm tny tuh sama ninik mamak yg paham akan (adat dan islam) klu g beli kaset ceramah adat DT. PARPATIAH NAN SABATANG ( BALERONG GRUP JAKARTA ) biar lebih paham lagi…
RODES
Maret 7th, 2012 pukul 17:49
*salah satu faktor penyebab bencana ya laknat Allah SWT kpd bumi minang…… kenapa dilaknat ya silakan
instrospeksi diri,, kesalahan apa saja yg telah diperbuat,
nah itu anda sudah mengerti sendirikan cacatnya adat minang ,,, yg mana saya maksud BID’AH….. pembagian warisan hanya jatuh ketangan perempuan,,,, pake pusaka tinggi dan pusaka rendah lagi………mengada – ada saja…….
SANGAT BERTENTANGAN DGN HUKUM PEMBAGIAN WARISAN DLM ISLAM…..dimana laki-laki juga mempunyai hak waris,,,,, (ini tidak terbantahkan,,,,,,,malah anda menuduh saya gila harta lagi) ha….ha…ha
ADAT MINANG MELARANG PERKAWINAN SATU SUKU,,,,,,,, ini BID’AH yg selanjutnya,
kalau menurut islam:
Diharamkan atas kalian: ibu, anak perempuan, saudara perempuan,
keponakan perempuan (anak saudara laki-laki atau perempuan), mertua
perempuan, anak tiri dari istri yang masih pergauli, menantu perempuan,
menghimpun dua perempuan bersaudara, perempuan yang telah bersuami.
DILUAR MEREKA, ADALAH HALAL BAGI KALIAN (An-Nisa’ 23-24)
disini adat minang melangkahi ketentuan islam,
beragama sudah pasti beradab,,,, tapi beradat belum tentu beragama,,,,, contohnya PNS minang yg atheis itu lo ha…ha….ha….
anda sudah diracuni ceramah adat DT. PARPATIAH NAN SABATANG ( BALERONG GRUP JAKARTA )
lain kali ikuti ceramah agama islam aja bro,,,,, jika anda islam 🙂
boy ifha solo
Juli 23rd, 2012 pukul 19:52
wali apa rahman?????
wali kls y????
asal shabat tau wali dalam artian nya sbtas msalah duniawi bukan untuk nikah kawin….
maaf sblm ny say sbgai putra minang mrsa trsinggung dngan kkometar anda….
1 hal lg yg prlu shbat ktahui islam ikut mngseleksi stiap hukum dlm adat,hukum apa pun dalam adat yg brtentangan dngn syariat islam g akan di apaki…….
bah kan kmi org minang bangga karna kmi g prnah mmkan harta pusaka yg di waris kn nnek moyang kmi kmi bs bru saha sndiri…….
boy ifha solo
Juli 23rd, 2012 pukul 20:02
dunsanak…
bencan adalah hukum alam g ada sangkut paut ny dngn tradisi atau adat….
cba aja kta lihat k daerah lain contah ny amerika pa mrka di sna moeslim 100% knpa g ada trjdi ny bncana alam??????
mhon jwaban ny???????
~padusi~
Juli 25th, 2012 pukul 03:42