Oleh : Armen Zulkarnain

domisili : di Kota Padang

Apabila kita melihat bentangan rel kereta api, maka terdapat 2 rel yang tidak akan bertemu satu sama lain, karena selalu sejajar hingga ke ujung rel itu akan berakhir. Begitu dahulunya untuk menggambarkan tatanan sosial masyarakat Minangkabau yang diajarkan dalam Surau-surau diperkampungan hingga akhir 1980-an.

Apakah makna ke 2 rel itu? Adalah unsur materialistik & nilai religius/culturalis yang melekat hingga kini pada orang – orang Minangkabau yang berumur 45 tahun lebih. Karena pada umur inilah, dimana generasi terakhir menyerap pendidikan non formal yang diselenggarakan Surau-surau dipelosok Minangkabau.

Ada penelitian yang menyatakan bahwa suku bangsa yang paling materialist di Indonesia adalah suku bangsa Minangkabau. Mengapa begitu? Materialistis adalah paham yang mementingkan kebendaan seperti harta, uang, jabatan, pendidikan, dsb. Hal ini bisa kita lihat dari kuliner di Minangkabau, keinginan meraih pendidikan di Ranah Minang, jabatan yang diraih oleh putra-putri Minang, tingkat perniagaan orang minang dan lain sebagainya.

Selain rel Materialistik tersebut, ada pula satu rel lagi yang menopang sendi-sendi kehidupan minangkabau, yaitu pemahaman Relegius & Culturalisme yang tinggi, mencirikan masyarakat yang agamis, berbudaya tinggi, mengakar diseluruh tatanan masyarakat adat Minangkabau.

Oleh karena itu pulalah, hingga akhir 1990-an,  sifat bergotong royong: ”  saiyo sakato, barek samo dipikua, ringan samo dijinjiang, memang terlihat jelas pada cerminan kehidupan masyarakat di minangkabau.

Hal ini terkenal hingga ke seluruh penjuru Indonesia hingga ke mancanegara, bahwa dimana saja terdapat komunitas anak nagari Minangkabau merantau, selalu disenangi oleh masyarakat setempat. Peristiwa-peristiwa seperti tragedi Sampit, yang pernah terjadi dalam lembaran sejarah bangsa Indonesia, tidak sedikitpun ada menyinggung ketidaksenangan terhadap kelompok masyarakat minangkabau yang berada diperantauan.

Pada masa-masa yang lalu, paling tidak sekitar 15 tahun yang lalu, untuk menemukan Bir saja sangatlah sulit di kota Padang, apalagi bila kita bercerita pada masa itu mengenai protitusi, perjudian bahkan narkoba. Bisa dikatakan sangatlah sulit menemukannya,  seperti mencari jarum dalam tumpukan jerami.

Namun, dunsanak Pituah Adat Mingangkabau  sekalian, lain dulu, lain pula sekarang. Kedua Rel yang disebut Materialistik & Regligius Cultural itu tidaklah lagi secara bersama-sama menopang kehidupan di Minangkabau. Ketika paham Materialistik tetap bertahan pada arah garisnya yang konstan,  namun terjadi penurunan pemahaman Religius & Cultural pada generasi penerus di Minangkabau.

Tidak usah mempertanyakan Culturalisme – yang kita sebuat adat istiadat, yang berlandaskan Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah. Ketika kepada anak muda Minang ditanyakan mengenai sukunya, jangan heran anak muda Minang itu akan ternganga-nganga dan terheran – heran. Apalagi bila kita tanyak kepada anak muda itu, apo yang dimaksud bako, anak pisang, dan lain sabagainyo. Begitu pula petuah adat pun alah ado pulo versi plesetannyo ….. antah la yuang.

Tidak perlu kita bertanya masalah agama. Masalah protitusi bisa hadir di tengah-tengah pasar. ….nauzubilahi min zaliq

Ketika ditanykan ke Anak dan  Kamanakan, maka jawabnya – tentu salah si Mamak yang tidak  membimbing anak serta kamanakan. Ketika Ditanyakan pula  kepada Mamak, maka jawabnya – anak kemanakan sudah tebal telinganya. Demikian pula jika ditanya pada ummat nan badarai,…..  ondeh….ustad-ustad kini mancari pitih sajo karajonyo. Kemudian ketika kita tanya pada Pak Ustad – ustazah ; …..hemmmmm…. ummat kini tidak mengingat bahwa hidup dihari sesudah kiamat
http://www.youtube.com/watch?v=_zWhlabjFeM

Bantuan bencana tahun 2007, baru kini turun bantuannyo. Di Pariaman, tak kurang cemas ketika relawan KKM 2010 uingin mengantarkan undangan dan  bahan-bahan kajian ke Wali Nagari – Wali nagari, umumnya sangat cemas menyikapi kedatangan relawan yang disangka intel dari KPK, yang ingin manyigi masalahbantuan Gampo 2009 yang konon kabrnya sudah banyak manyimpang dari ketentuan.

Mungkin, insya Allah, dengan adanya kepedulian masyarakat minang di dunia maya ini yang akan mengabarkan dan menyampaikan pesan : ” Ingek kampuang kampuang dipatenggangkan. Ingek sanak  dusanak dipatenggangkan. Kampuang nan jauh di mato perlu menciptakan komunikasi antara Ranah dan Rantau. Jika tidak harta berikanlah Ilmu, jika tidak bisa dengan Ilmu tolong bantu jo doa. Jika tidak bisa doa …… maka benarlah sebagaimana yang dikatakan  Allah didalam Al Quran, maka Allah akan membinasakan suatu kaum ketika mereka tidak bertaubat dan tidak bersykur. …

Semoga bisa menggugah kebersamaan kita sebagai urang minangkabau, semoga bermanfaat, amin ya Rabbal alamin